
Jejak Kodrat di Tanah Leluhurl
Genre : Action
Author : Mbah Salim
Jumlah Bab : 11
Jenis :Novel
- Melempar: belajar melepas, bukan menggenggam terus.
- Mengunci: bukan ngurung orang, tapi kunci lisan dan pikiran sendiri, biar gak sembarangan.
- Menggunting: memutus yang gak perlu. Teman palsu, pikiran jelek, kebiasaan buruk.
- Menutup: jurus sunyi. Belajar diem, bukan karena kalah, tapi karena bijak.
- Membuka: ini yang terakhir. Membuka diri. Membuka langit. Bukan buat pamer, tapi buat terima.
Konspirasi Leluhur
![]() |
Tampak Kandar sedang menerima Wejangan dari Mbah Jireng |
"Kau sudah bangun. Tapi sekarang hidupmu akan diambil, Ndar..."“Maksudnya, Mbah?”“Koe kudu ngerti... ilmu daya kodrat sing koe warisi, iku sejatine dudu sekadar warisan. Tapi bagian saka perjanjian tua, antara darah, tanah, lan roh.”
Kandar seketika itu terdiam.
Flashback...
70 tahun lalu.Ada seorang dukun sakti bernama Ki Rajeh, yang menolak tunduk pada penjajah dan memilih bertapa. Sebelum hilang, dia tinggalkan delapan jurus kodrat yang katanya hanya boleh dipegang oleh orang yang dipilih “tanah itu sendiri”.
"Tapi yang dicetak bukan cuma kamu, Ndar," kata Mbah Jireng."Ada yang lain. Yang juga mewarisi teknik itu... tapi tidak melalui hukum, melalui jalan gelap ." Nama itu pun muncul: Surya Darmawan.
Seorang pengusaha kaya, dermawan di mata warga, tapi diam-diam... ia sedang mengumpulkan “pemegang jurus” dari seluruh penjuru, bukan untuk membangkitkan peradaban, tapi untuk menguasai gerbang kekuatan leluhur.
“Ia pengin membuka pintu ketujuh: Membuka Langit. Tapi tanpa menyatu. Ia ingin melompat."Dan kamu, Ndar... akan menjadi penghalangnya."ujar mbah jireng memberi wejangan pada kandar.
Dan beberapa hari kemudian,setelah kandar di beri wejangan oleh Mbah Jireng,ada seorang wanita datang ke warung yang dibangun kembali oleh warga untuk Mak Rini. Wajahnya cantik, sopan, tapi sorot matanya... dingin. Namanya Laras.Dan yang membuat semua terkejut... dia membawa proposal: pembangunan villa spiritual dan resort wisata mistik di dekat sungai Rajeh.
“Untuk mengenalkan kekayaan budaya kita, Pak. Ilmu leluhur harus kita ‘komersilkan’, agar bisa bermanfaat, bukan hanya disembunyikan,” katanya manis.Orang-orang tergoda. Namun Kandar... diam-diam gelisah.
Malamnya, Kandar mengendap ke lokasi proyek. Dan... benar saja. Ia menemukan lambang mata tiga di atas gerbang kayu, dan gundukan batu yang bergetar pelan,itu adalah segel tanah tempat Ki Rajeh disemayamkan.
“Ini bukan proyek. Ini perang,” bisik Kandar pada dirinya sendiri.
Dan suatu malam...
“Ndar, kamu harus siap. Jurus ke delapan akan terbuka sendiri saat kamu berdiri di tengah kegelapan, sendirian, di antara sahabat yang berubah jadi lawan, dan musuh yang menyamar jadi kawan.”Begitu pesan terakhir dari Mbah Jireng sebelum hilang ke dalam kabut.
Dan konflik besar pun dimulai...
Ilmu daya kodrat bukan lagi tentang melatih tubuh, tapi menjaga warisan dari tangan-tangan yang ingin menjualnya.Laras, diam-diam ternyata adalah anak angkat Surya Darmawan.
Joyo, yang mulai sembuh, justru ditarik ke kubu sebelah lewat bujuk rayu.
Dan Kandar... berdiri sendiri.Tapi dari balik bayang-bayang...satu per satu, muncul tokoh lama para mantan murid Ki Rajeh yang katanya sudah mati, tapi kembali, dan membawa satu pesan:
“Saat langit terbuka, bumi akan memuntahkan rahasianya. Siapkan jiwamu, bukan ototmu.”
![]() |
Kandar sedang bertemu dengan Ki Saka |
“Jurusmu kuat. Tapi bisakah kamu bedakan antara membela dan membalas?”
Kandar menoleh. Seorang pria bertubuh tinggi, berjubah kelabu, berdiri tanpa suara.Dipunggungnya, tergantung sabuk kulit tua dengan lambang delapan mata. Dialah Saka, murid terakhir Ki Rajeh yang menghilang setelah tragedi 30 tahun silam.
“Aku dulu memilih pergi. Tapi kamu... malah berdiri di sini,” katanya sambil menatap sungai.“Kenapa kamu kembali?” tanya Kandar.“Karena gerbang itu… sudah retak. Surya hampir membukanya. Dan kamu adalah kuncinya, Ndar.”
Sementara itu...Di sebuah ruang rahasia milik Surya Darmawan, Laras duduk di meja kayu, membaca kitab tua dengan kulit dari tanduk kerbau putih.“Kita butuh pengorbanan terakhir,” katanya.“Siapa?“Seseorang yang memiliki kedalaman luka, bukan kekuatan.”
Kembali ke kampung, warga mulai dipecah. Ada yang percaya Kandar membawa bencana, ada yang mulai mendekat ke “pihak investor”.Joyo, yang selama ini belajar pada Kandar, kini ragu. Ia mulai sering bertemu Laras, dan pelan-pelan... mulai terbuai oleh wacana kekuatan cepat.
"Mas Kandar mengajarkan kesabaran, tapi hidup tidak menunggu kita, Laras...“Justru itu, Yo... kamu butuh jalan pintas. Dan pintu itu... sudah hampir terbuka.”Konflik mulai nyata.
Teman jadi lawan. Guru dituduh sesat. Ilmu dianggap jualan.Namun Kandar tetap diam. Seperti batu di tengah sungai.
Sampai pada suatu malam...Saka datang ke pos ronda.Bawa sebuah peti kecil, penuh debu dan bau kemenyan.Dibuka perlahan. Di dalamnya: kitab asli jurus Daya Kodrat. Bukan salinan.Ada ukiran dari tulang.Dan satu kalimat pendek:
"Ilmu ini tidak untuk menang. Tapi untuk bertahan sebagai manusia.”
Dan malam itu juga...Langit di atas kampung mendung tanpa hujan.Bulan pucat.Angin diam.Tanah bergetar perlahan.Karena jurus kedelapan mulai aktif dengan sendirinya.Bukan karena latihan, tapi karena pengkhianatan telah dimulai.
“Ndar... siap atau tidak..!!perang sudah dimulai.Tapi ini bukan perang otot. Ini perang niat.Siapa yang niatnya paling suci... dia yang akan membuka pintu terakhir.”
Siapa Ki Saka??
Saka: Bayangan dari Masa Lalu,Saka ini bukan tokoh dadakan, Ia adalah murid tertua Ki Rajeh, sebelum Kandar, bahkan sebelum ayahnya Kandar lahir.Tapi Saka menghilang tiba-tiba, waktu terjadi perpecahan antara murid-murid Ki Rajeh.
Dulu, setelah jurus ke-8 mulai dikenal, sebagian murid pengin memakainya buat kuasa dan kekayaan.Saka nolak keras.Karena dia ngerti, daya kodrat itu bukan buat menguasai, tapi buat menjaga keseimbangan.
“Ilmu ini bukan untuk naik pangkat, tapi untuk bertahan saat dunia porak-poranda.”
Karena beda haluan, Saka minggat.Ia bertapa puluhan tahun di Hutan Tirem, hidup seperti orang mati.Orang-orang nganggep dia sudah tewas.Padahal... dia masih mengawasi dari kejauhan.
Dan sekarang, Saka muncul kembali bukan buat rebutan panggung,tapi karena ia ngerasa Kandar adalah sosok yang benar-benar tulus, bukan haus nama atau kekuasaan.“Kamu bukan murid, Ndar... kamu titisan gerak tanah itu sendiri.”
Itu kenapa Saka datang.Bukan buat jadi pahlawan,tapi buat ngasih kunci terakhir kepada orang yang siap menanggung beratnya jalan kodrat.
Joyo,anak yang dulu diselamatkan Kandar dari perkelahian jalanan.Disekolahkan, diajari ilmu daya kodrat dari dasar, diperlakukan seperti adik sendiri.Tapi sekarang..Joyo mulai berubah.Sejak pertemuannya dengan Laras, hatinya goyah.
Ada getaran yang tak ia pahami... antara kagum, cinta, dan ambisi yang perlahan disulut manisnya kata-kata.“Mas Kandar ngajari sabar. Tapi sabar itu bikin aku diem di tempat... sementara hidup jalan terus...”
Suatu malam, Joyo menyelinap ke lumbung belakang rumah Kandar.Dia buka buku-buku tua, catatan rahasia jurus kelima: Mengunci. Tapi ia temukan satu halaman yang disobek Kandar.“Kenapa disembunyikan?” bisik Joyo.“Karena belum waktunya,” jawab suara berat di belakangnya. Kandar berdiri di ambang pintu.
Mata mereka bertemu. Tapi bukan seperti guru dan murid...tapi seperti dua manusia yang sama-sama luka.“Kamu pikir aku pelit? Aku lindungi kamu, Yo…“Mas takut aku melampaui kamu, ya?“Kamu salah jalan, Joyo.“Atau Mas takut... aku menemukan jalan yang lebih cepat?”
Tegangan di ruangan itu bisa bikin api mati.Joyo menggenggam tangan, tubuhnya bergetar, bukan karena takut, tapi... kecewa.
Keesokan harinya...Joyo tidak datang ke padepokan.Ia pindah diam-diam tinggal di rumah kosong milik seorang pengusaha yang ternyata anak buah Surya Darmawan.Dan sejak itu, Joyo mulai berubah.Pakaiannya makin rapi, gaya bicaranya seperti motivator.Ia buka kelas spiritual sendiri.Pake banner, pake brosur.Dengan nama baru: "Kodrat Instan: Menemukan Keajaiban Dalam 7 Hari."
Warga mulai berdatangan.Beberapa santri Kandar... ikut bergeser.Di sisi lain, Kandar... hanya terdiam.Dia duduk di bawah pohon jambu tua.Menatap langit.“Aku gagal, Mbah Jireng...aku ngajari dia jurus, tapi lupa ngajari dia makna.”Saka yang melihat semua itu hanya berkata lirih: “Ini bukan soal benar atau salah...tapi soal siapa yang sanggup berdiri sendiri tanpa sorak penonton.”
Tapi puncaknya terjadi saat Kandar dan Joyo bertemu di pasar malam kampung.Orang-orang berkumpul.Keduanya berdiri berhadapan.Mata mereka saling menantang, tapi juga menyimpan luka.“Kamu tetap keras kepala, Mas...“Kamu tetap ingin cepat-cepat, Yo.“Ilmu ini milik semua orang. Gak harus disembunyikan di balik meditasi.”
“Tapi kamu juga gak bisa ngajari orang naik gunung... pakai eskalator.”Seketika... angin berhenti.Lampu pasar berkedip.Waktu terasa melambat.Karena jurus keenam: Menggunting, mulai terasa di antara keduanya.Tak terlihat oleh mata, tapi saling mengiris hati.
Dan di ujung pasar...Laras mengamati dari kejauhan.Ia tersenyum tipis, sambil memegang liontin bergambar segel kuno.Pertarungan belum terjadi, tapi luka sudah ditanam.Dan pertarungan paling berat bukan saat saling pukul... tapi saat saling melupakan.
Malam itu, kampung bukan lagi kampung.Pasar jadi panggung politik. Padepokan dibisiki gosip. Warung kopi jadi tempat adu strategi.Dan ilmu yang dulu diwariskan Ki Rajeh... kini jadi komoditas rebutan.
Kubu Kandar tetap sederhana.Masih belajar di bawah pohon, kadang sambil nyangkul kebun.Murid-muridnya tinggal beberapa.Yang lain... pindah ikut Joyo, yang sekarang buka pelatihan di gedung balai desa, ber-AC, pakai seragam putih.
Di warung bu Wagini, obrolan makin panas."Mas Joyo pintar... hasil belajarnya cepat sekali.“Tapi Kandar itu keren, ngajarnya bukan neko-neko.“Tapi hidup ini butuh hasil, bukan sabar doang!“Lho, kalau sabar itu gak penting, kenapa orang mati masih ditunggu seminggu buat tahlilan?”
Suasana nggerundel. Orang-orang mulai terbelah.Ada yang fanatik sama Joyo.Ada yang tetep setia sama Kandar.Ada juga yang bingung: "aku kudu melok sopo?"Puncaknya terjadi saat ada yang menyebar pamflet fitnah: Kandar Menyembunyikan Ilmu, Mengklaim Wahyu, dan Tidak Bertanggung Jawab.
Kandar… tetap terdiam.Namun malam itu, dia tidak makan.Dia duduk di dapur, menatap nasi dingin.Air matanya tak keluar, namun wajahnya bagaikan tanah kering sisa hujan.Besoknya, sesuatu terjadi.Di kampung, muncul kabar ada orang kesurupan di acara pelatihan Joyo.Orang itu teriak-teriak pakai bahasa kuno, tubuhnya kejang,dan teriak:
"Gerbang itu tidak boleh dibuka dengan ego!"Mereka yang membelot... akan terpecah."Semua peserta panik.Tapi Joyo malah menyalahkan Kandar.“Ini sabotase! Ilmu dia penuh sihir!”
Keesokan harinya, rumah Kandar dilempar batu.Temboknya dicoret: “Ilmu Gila! Sesat!”Saka datang... menemukan Kandar lagi nyapu serpihan kaca di teras.“Masih mau diam, Ndra?“Kalau aku marah, aku kalah.“Tapi kalau kamu terus begini... kampung ini bisa meledak.”
“Biarkan yang zolim menggali lubangnya sendiri.”Dan benar.Malam itu,langit kampung berubah.Bulan merah.Angin berputar.Tanah sedikit retak. Jurus ketujuh: Melempar,terpicu oleh energi kampung yang penuh kebencian.Tapi bukan Kandar yang melempar.Bukan Joyo.Bukan siapa-siapa.Tapi tanah itu sendiri... yang melemparkan kutukannya.
Warga mulai sakit aneh.Ternak mati mendadak.Sumur bau amis.Dan bisikan-bisikan dari Sungai Rajeh mulai terdengar lagi..."Pengetahuan bukan untuk kompetisi...tetapi untuk mereka yang mampu bertahan dalam ujian.
"Keesokan harinya, Kandar menulis surat.Disimpan di bawah bantal.Kontennya singkat: “Kalau kampung ini belum siap,aku akan pergi.Biar mereka belajar kehilangan dulu... sebelum belajar memahami.”
✧✦✧